Makalah Ibnu Tufail


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibnu Tufail dikatakan orang berada dosuatu tingkat yang ajaib dalam ilmunya, yakni berada dalam tingkat mistik yang penuh kegembiraan. Beberapa orang menganggapnya sebagai orang panteis orang yang menganggap tidak ada beda lagi antara dirinya dengan tuhan. Anggapan ini ternyata salah. Ia sebenarnya hanya seperti juga Al gazali , merasa telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi seperti katanya: ”Fakana makana mimma lastu adkuruhu. Fadhonnu khoiran wala tasal anil khobari.” (terjadilah sesuatu yang tidak akan disebutkan akan tetapi sangkalah dia sebagai suatu kebaikan juga, dan jagan tanya tentang beritanya)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah hidup Ibnu Tufail?
2. apa saja karya-karya Ibnu Tufail?
3. Bagaimana pemikiran atau ajaran filsafat Ibnu Tufail?

C. Tujuan 
  1. Untuk mengetahui sejarah perjalan hidup Ibnu Tufail
  2. Untuk mengetahui apa saja karya-karya Ibnu Tufail
  3. Untuk mengetahui pemikiran dan filsafat yang dianut oleh Ibnu Tufail


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Ibnu Tufail
Nama lengkap Ibnu Tufail ialah Abu bakar Muhammad ibn Abd Al malik ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tufail, dalam tulisan, abudecer. Ia adalah pemuka pertama dalam pemikiran filosofis mawahhid yang berasal dari spanyol.ibnu tafail lahir pada abad VI H/XIII M di kota guadix,propensi Granada.keturunan Ibnu Tufail termasuk keluarga suku arab yang terkemuka,yaitu suku qois.
Karier Ibnu Tufail bermula sebagai dokter praktik di Granada.karena ketenaran atas jabatan tersebut, maka ia di angkat menjadi sekretaris gubenurdi propensi itu.pada tahun 1154 M ( 549.). Ibnu Tufail menjadi sekretaris pribadi gubernur ceuta dan tangier, pengusaha muwahhid spanyol pertama yang merebut maroko. Dan dia menjabat dokter tinggi dan menjadi qhadi di pengadilan pada kholifah Mawahhid Abu Ya’qub Yusuf (558 H/1163 M-580 H./ 1184 M )
Ibnu Tufail adalah seorang dokter, filosof, ahli matematika dan penyair yang sangat terkenal dari mawahhid spanyol, akan tetapi sedikit karya-karyanya yang di kenal orang. Ibnu Khotib menganggap dua risalah mengenai ilmu pengubatan itu sebagai karyanya.Al Bitruji (muridnya) dan ibnu rusyd percaya bahwa dia memiliki gagasan-gagasan astonomis asli.al bitruji membuat sangkalan atas teori ptolemeos mengenai epicycles dan eccentric cirles, yang dalam kata pengantar dari karyanya kitab Al Hai’ah dikemukakannya sebagai sumbangan dari gurunya Ibnu Tufail.dengan mengutip perkataan Ibnu Rusyd, Ibn Abi usaibiah menganggap fi al buqa’Al maskunah wal-ghair Al maskunah sebagai karya Ibnu Tufail, tapi dalam catatan ibnu rusyd sendiri acuan semacam itu tidak dapat ditemukan.Al marrakushi, yang ahli sejarah itu mengaku telah melihat naskah asli dari salah satu risalahnya mengenai ilmu ketuhanan. Miquel Casiri ( 1112 H/1710 M -1205 H/1790 M ) menyebutkan dua karya yang masih ada:risalah hay ibn yaqzan dan asrar Al hikmah Al mashariqiyah, yang disebut terakhir ini ber bentuk naskah.kata pengantar dari asrar menyebutkan bahwa risalah itu hamya merupakan satu bagian dari risalah Hay Ibn Yaqzan, yang judul lengkapnya ialah Risalah Hay Ibn Yaqzan fi Asrar Al hikamat Al mashariqiyah.

B. Karya-Karya Ibnu Tufail
Beberapa karya Ibnu Tufail yang terkenal adalah sebuah buku filsafat yang berjudul Hayy ibnu Yagzan (“kehidupan anak kesadaran”) karya ini memang sama dengan buah karya ibnu Sina yang diakunya sendiri berisikan kebijaksanaan timur (Orental Wisdom). Kebijaksanaan timur pulalah yang menjadi pokok pikiran Ibnu Tufail dalam buku ini. Seperti diakui Ibnu Tufail, pokok pikiran ini bisa diidentifikasi sebagai tasawwuf yang kala itu ditolak oleh kebanyakan filosof muslim termasuk Ibnu Bajjah. Diskursus rasional, menurut para filosof anti tasawuf bertolak belakang dengan pengalaman mistis yang oleh para ahli diyakini bersifat ektra rasional dan tak terperikan.
Isi dari risalah Ibnu Tufail ini adalah secara dramatis, dimulai dengan kelahiran mendadak Hay disebuah pulau kosong. Kemudian dia dibuang di tempat terpencil oleh saudara perempuan seorang raja. Dengan maksud perkawinannya dengan Yaqzan tetap terahasiakan, dimana tempat pembuangan tersebut tidak diketahui oleh kehidupan masyarakat. Di tempat itu dia diberi makan oleh seekor rusa kecil. Disamping itu dia diajari oleh pikiran alamiah atau akal sehat, walaupun tidak masuk akal, agar dia menyelidiki rahasia segala benda rupanya binatang tersebut mempunyai kesadaran akan ketelanjangannya dan ketiadaan perlindungan atas dirinya. Anak tersebut diatas oleh Ibnu Tufail dinamakan “Hay Ibn Yaqzan” Penghidupan hay kemudian berkembang mengikuti masyarakat yang amat primitif itu mulai dari langkahnya yang pertama. Dilihatnya semua hewan tertutup auratnya dengan kulit dan bulu, lalu ditirunya. Diambilnya bulu-bulu burung dan daun-daun kayu guna menutup aurat.
Pada seuatu hari terlihat oleh Hay terjadi kebakaran dipulau itu, api itu diambilnya lalu dinyalakannya kayu-kayu terus menerus dengan kayu itu di cobanya membakar burung, lalu terasalah baginya makanannya yang lebih lezat setelah dimasak itu. Dia mulai berburu hewan guna dimasak dan dimakan, guna teman berburu itu lalu dipeliharanya seekor anjing, Makanan yang berlebih disimpan untuk hari berikutnya. 
Dengan ini timbullah peradabannya yang pertama, pada suatu hari kijang yang mengasuhnya sejak kecil sakit dan makin hari semakin lemah dan akhirnya tidak bergerak lagi yaitu mati. Disamping susah, Hay menjadi heran, sebab belum pernah melihat seekor hewan matidengan sendirinya tanpa pembunuhan, akhirnya Hay mulai memikirkan sungguh-sungguh mengapa ada peristiwa kematian itu, kemudian badan kijang itu dioperasinya, diperiksanya kalau-kalau ada anggota badannya yang rusak. Ternyata semua masih lengkap dan akhirnya Hay mengerti bahwa sebab kematian itu berada diluar badannya. Dia bertanya, siapakah yang berkuasa diluar badannya itu? Dengan ini sampailah pemikiran Hay kepada pengakuan ketuhanan. Dia percaya kepada Tuhan, dan dia tidak lagi mementingkan benar soal makan sebab akhirnya akan mati.

C. Ajaran Filsafat Ibnu Tufail

Tentang Dunia
Salah satu masalah filsafat adalah apakah dunia itu kekal, atau diciptakan oleh tuhan dari ketiadaan atas kehendak-nya?dalam filsafat muslim, Ibnu Tufail, sejalan dengan kemahiran dialektisnya, menghadapi masalah itu dengan tepat sebagaimana kant.tidak seperti pendahulunya, tidak menganut salah satu doktrin saingannyapun dia tidak berusaha mendamaikan mereka.di lain pihak, dia mengecam dengan pedas para pengikut aristoteles dan sikap-sikap teologis. Kekekalan dunia melibatkan konsep eksistensi tak terbatas yang tak kurang mustahilnya dibandingkan gagasan tentang rentangan tak terbatas.
Eksistensi seperti itu tidak lepas dari kejadian-kejadian yang diciptakan dank arena itu tidak dapat mendahului mereka dalam hal waktu, dan yang tidak dapat sebelum kejadian-kejadian yang tercipta itu pasti tercipta secara lambat laun. begitu pula konsep Creatio Ex Nihilo tidak dapat mempertahankan penelitiannya yang seksama.
Al-Ghazali, mengemukakan bahwa gagasan mengenai kemujudan sebelum ketidak mujudan tidak dapat dipahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum dunia ada, tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari dunia, dan karena itu kemujudan dunia di kesampingkan.lagi, segala yang tercipta pasti membutuhkan pencipta. Kalau begitu mengapa sang pencipta menciptakan dunia saat itu bukan sebelumnya? apakah hal itu dikarenakan oleh suatu yang terjadi atas-nya? tentu saja tidak, sebab tiada sesuatupun sebelum dia untuk membuat sesuatu terjadi atas-nya.apakah hal itu mesti bersumber dari suatu perubahan yang terjadi atas sifat-nya? tapi adakah yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut? Karena itu Ibnu Tufail menerima baik pandangan mengenai kekekalan maupun penciptaan sementara dunia ini. 

 Tentang Tuhan
Penciptaan dunia yang berlangsung lambat laun itu mensyaratkan adanya satu pencipta, sebab dunia tidak bisa maujud dengan sendirinya.juga sang pencipta bersifat immaterial,sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia di ciptakan oleh satu pencipta.di pihak lain, anggapan bahwa tuhan bersifat material akan membaca suatu kemunduranyang tiada akhir yang adalah musykil.oleh karena itu dunia ini pasti mempunyai penciptanya yang tidak berwujud benda.dan karena dia bersifat immaterial, maka kita tidak dapat mengenalinya lewat indra kita ataupun lewat imajinasi, sebab imajinisasi hanya menggambarkan hal-haldi tangkap oleh indra.
Kekekalan dunia berarti kekekalan geraknya juga,dan gerak sebagaimana di katakan oleh arestoteles, membutuhkan penggerak atau penyebab efesien dari gerak itu.jika penyebab efesien ini berupa sebuah benda, maka kekuatannya tentu terbatas dan karenanya tidak mampu menghasilkan suatu pengaruh yang tak terbatas.oleh sebab itu penyebab efesien dari gerak kekal harus bersifat immaterial.ia tidak boleh di hubungkan dengan materi ataupun di pisahkan darinya,ada di dalam materi itu atau tanpa materi itu,sebab penyatuan dan pemisahan, keterkandungan atau keterlepasan merupakan tanda-tanda material,sedang penyebab efesien itu,sesungguhnya lepas dari itu semua.

 Tentang Kosmologi Cahaya 
Ibnu Tufail menerima prinsip bahwa dari satu tidak ada lagi apa-apa kecuali satu itu. Manivestasi kemajemukan, kemaujudan dari yang satu dijelaskannya dalam gaya new platonik yang menoton, sebagai tahap-tahap berurutan pemancaran yang berasal dari cahaya Tuhan. Proses itu pada prinsipnya, sama dengan refleksi terus menerus cahaya mata hari kepada cermin. Cahaya matahari yang jatuh pada cermin yang dari sana menuju ke yang lain dan seterusnya, menunjukkkan kemajemukan . semua itu merupakan pantulan matahari dan bukan matahari itu sendiri, juga bukan cermin itu sendiri, bukan pula suatu yang lain dari matahari dan cerminitu.
Kemajemukan cahaya yang dipantulkan itu hilang menyatu dengan matahari kalau kita pandang sumber cahaya itu, tapi timbul lagi bila kita lihat dicermin, yang disitu cahaya tersebut dipantulkan. Hal yang sama juga berlaku pada cahaya pertama serta perwujudannya didalam kosmos.

Epistimologi Pengetahuan
Tahap pertama jiwa bukanlah suatu tabularasa atau papan tulis kosong, imaji tuhan telah tersirat di dalamnya sejak awal, tapi untuk menjadikannya tampak nayata, kita perlu memulai dengan pikiran yang jernih tanpa prasangka keterlepasan dari prasangka dan kecenderungan sosial sebagai kondisi awal semua pengetahuan, merupakan gagasan sesungguhnya dibalik kelahiran tiba-tiba Hay di pulau kosong. Setelah hal ini tercapai pengalaman, inteleksi dan exstasi memainkan dengan bebas peranan mereka secara berurutan dalam memberikan visi yang jernih tentang kebenaran yang melekat pada jiwa. Bukan hanya disiplin jiwa, tapi pendidikan indra dan akal yang diperlukan untuk mendapatkan visi semacam itu. Kesesuaian antara pengalaman dan nalar, disatu pihak, dan kesesuaan antara nalar dan intuisi, dipihak lain membentuk esensi epistimologi Ibnu Tufail. 
Setelah mendidik akal dan indra serta memperhatikan keterbatasab keduanya, Ibnu Tufail akhirnya berpaling kepada disiplin jiwa yang membawa kepada ektasi, sumber tertinggi pengetahuan. Dalam taraf ini, kebenaran tidak lagi dicapai lewat proses deduksi atau induksi, tapi dapat dilihat secara langsung dan intiutif lewat cahaya yang ada didalamnya. Jiwa menjadi sadar diri dan m,engal;ami apa yang tak pernah dilihat mata atau didengar telinga atau dirasa hati orang manapun. Tarap ekstasi tak terkatakan atau terlukiskan sebab lingkup kata-kata terbatas pada apa yang dapat dilihat, didengar atau dirasa. Esensi tuhan yang merupakan cahaya suci hanya bisa dilihat lewat cahaya didalam esensi itu sendiri yang masuk dalam esensi itu lewat pendidikan yang tepat atas indar, akal serta jiwa. Karena itu pengetahuan esensi merupakan esensi itu sendiri.esensi dan visinya adalah sama.
 

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1.      Ibnu Tufail adalah pemuka pertama dalam pemikiran filosofis mawahhid yang berasal dari Spanyol. Ibnu Tufail lahir pada abad VI H/XIII M di kota Guadix, propensi Granada.
2.      Karya Ibnu Tufail yang terkenal adalah sebuah buku filsafat yang berjudul Hayy Ibnu Yagzan (“kehidupan anak kesadaran”)
3.      Ajaran Filsafat Ibnu Tufail Tentang Dunia, tentang Tuhan, tentang kosmolgi cahaya, epistimologi pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Musthofa. Filsafat Islam, Bandung: SV Pustaka Setia, 2004
Hanafi. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, 1969



Makalah Manajemen

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang bermuara dan berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan diyakini sebagai yang ideal.Dalam tata kehidupan yang berkembang semakin rumit, proses dan sistem pendidikan sukar berjalan dengan mulus, karena akan terantuk dengan persoalan demi persoalan yang siap menghadang lajunya proses pencapaian tujuan pendidikan.
Rangkaian kejadian-kejadian di sekitar, yang bersifat lokal sampai yang bersifat global yang merefleksikan kualitas manusia di bawah standar ideal, merupakan bukti ketidakmulusan proses dan sistem pendidikan. Bahkan persoalan-persoalan yang selalu timbul menjadi bom waktu yang setiap saat siap meledak dan menghancurkan sistem pendidikan kapan saja. Oleh karena itu manusia perlu mempelajari ilmu kehidupan salah satunya adalah ilmu manajemen agar manusia mampu merencanakan,mengorganisasikan,mengarahkan,dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan.
Dalam penulisan ini makalah ini mencari sebuah artikel yang berkaitan dengan penulisan makalah ini. Yaitu unsur-unsur Manajemen.

 
BAB II
PEMBAHASAN
UNSUR-UNSUR MANAJEMEN

Unsur manajemen adalah sesuatu yang menjadi bagian mutlak sebagai pembentuk manajemen banyak yang mengemukakan bahwa unsur manajemen seperti yang dikemukakan oleh G.R Terry dengan istilah the six M’S in management (6M didalam manajemen), yaitu man, money, materials, market, and methods.
Sesuai dengan pengertian manajemen yaitu suatu kegiatan usaha kearah pencapaian tujuan tertentu dengan melalui kerja sama orang lain serta denga pemanfaatan sumber-sumber lain yang tersedia maka unsur-unsur manajemen meliputi :
  1. manusia (manusia pemimpin,manusia pelaksana,dan atau manusia objek pelaksana
  2. tujuan yang hendak divapai sebagai pemegangan titik pengarahan
  3. wadah yakni badan /organisasasi sebagaai tempat orang-orang melakukan kerja sama
  4. alat atau sarana mencapai tujuan
  5. kegiatan /aktivitas seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dsb
A.     Unsur-unsur Manajemen
  1. Manusia (pelaksana yang handal dan terampil)
  2. Money  (ketersediaan dana)
  3. Mesin   (perlengkapan mesin-mesin sebagai alat bekerja,apabila diperlukan)
  4. Metode   (cara)
  5. Material  (sarana dan prasarana)
  6. Market    (pemasaran, pemasyarakatan dan pembudayaan)
Komponen-komponen sistem yang berupa unsur atau subsistem terkait satu dengan yang lain dalam suatu rangkaian yang membentuk sistem Fungsi dan efektifitas sistem dalam usaha maencapai tujuannya tergantung dari ketepatan susunan rangkaian atau struktur tehadap tujuan yang telah ditentukan.
A. Bersifat Dinamis
Sistem menunjukan sifat yang dinamis, dengan prilaku tertentu. Prilaku sistem umumnya dapat diamati pada caranya mengkonversikan masukkan (input) menjadi hasil (output ).
B. Sistem Terpadu Lebih Besar Daripada Jumlah Komponen-komponennya
Bila elemen atau bagian tersebut tersusun atau terorganisir secara benar, maka akan terjalin satu sistem terpadu yang lebih besar dari pada jumlah bagiannya.
C. Mempunyai Arti yang Berbeda
Satu sistem yang sama mungkin dipandang atau diartikan berbeda, tergantung siapa yang mengamatinya dan untuk kepentingan apa.
D.Mempunyai Sasaran yang Jelas
Salah satu tanda keberadaan sistem adalah adanya tujuan atau sasaran yang jelas. Umumnya identifikasi tujuan merupakan langkah awal untuk mengetahui perilaku suatu sistem dan bagiannya.
E. Mempunyai Keterbatasan
Disebabkan oleh factor luar dan dalam. Faktor luar berupa hambatan dari lingkungan, sedangkan factor dari dalam adalah keterbatasan sumber daya.
a.   Siklus dan Proses system
Aspek penting dari pendekatan system terletek pada siklus system dan prosesnya, yaitu perubahan teratur yang mengikuti pola dasar tertentu dan terjadi selama system masih aktif.
b.      Penahapan Dalam Siklus Sistem
Proses mewujudkan sisrtem untuk keperluan operasi atau produksi sampai siklus system berhenti berfungsi dikelompokan menjadi beberapa tahap yang dibedakan atas jenis kegiatan yang dominant.

B.     HUBUNGAN ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN
Hubungan administrasi dan manajemen adalah
1.      Dalam penerapan adminstrasi dan manajemen tidak dapat dipisahkan hanya kegiatannya yang dapat dibedakan
2.      Adminmistrasi bersifat konsep menentukan tujuan dan kebijaksanaan umum secara menyeluruh sedangkan manajemen sebagai subkonsep yang bertugas melaksanakan semua kegiatan untuk mencapai tujuan dan kebijaksanaan yang sudah tertentu pada tingkat administrasi
3.      Administrasi lebih luas dari pada manajemen karena manajemen sebagai salah satu unsurt dan merupakan inti dari administrasi sebagai pelaksana yang bersifar operasional melainkan mengatur tindakan -tindakan pelaksanaan oleh sekelompok orang yang disebut “bawahan” jadi dengan manajemen administrasi akan mencapai tujuanny
C.     INTI MANAJEMEN
Inti manajemen menurut para ahli adalah sbb
1.      Dimork dan koening (1960) “leadership is the key to management (kepemimpinan adalah inti dari manajemen)
2.      Siagian (1981) mengemukakan ” kepemimpinan merupakan motor penggerak dari semua sumber-sember dan alat-alat (resoures)yang mendisahkan sebuah buah -buahan yang dikulitnya diumpamakan dengan admnistrasi, dagingnya diumpamakan dengan manajemen dan bijinya adalah kepemimpinan maksudnya sama halnya dengan manajemen maka yang pertama tama disoroti adalah kulitnya bagian luar “administrasi ” kemudian intinya yaitu manajemen selanjutnya bertemu denga inti dari manajemen disebut denga kepemimpinan (leadership) maka baik tidaknya buah itu nantisangat bergantung pada kwalitas
3.      Bijinyakaitannya dengan manajemen baik tidaknya manajemen bergantung pada baik tidaknya kepemimpinan.

D.    EFISIENSI SEBAGAI FAKTOR KUNCI KEGIATAN MANAJEMEN
Miftah thoha dalam aneka sari ilmu administrasi (1980 : P A28) bahwa dimanapun administrasi itu dijalankan maka erja haruslah merupakan dasar pertimbangan untuk melakukan segala kegiatan dalam rangka menapai tujuan organisasinya.
Luther Gullick (1957 : P 191 -192) berpendapat bahwa dalam pengetahuan administrasi masalah yang menjadi intinya adalah efisien tujuan pokok dari ilmu administrasi didalam pelaksanaan pekerjaan yang ada dengan pembiayaan minimal untuk tenaga kerja dan barang-barang kesimpulan dari kedua pendapat tesebut bahwa tidak ada artinya suatu pembangunana negara kalau  administrasinya hanya merupakan sumber / akibat utang bertumpuk sehingga administras dalan hai ini mempunyai tujuan atau motif tak lain dan tak bukan hanyalah tercapainya tujuan secara efisien the liang ge berpendapat bahwa efisiensi sebagai perbandingan terbaik antara sesuatu usaha dengan hasilnya perbandingan ini dapat dilihat dari 2 segi yaitu segi hasil dan segi usaha.
·         Dilihat dari segi hasil suatu usaha dapat dikataka efisien kaau usaha itu memberikan hasil yang terbaik
·         Dilihat dari segi usaha suatu usaha dapat dikatakan efesien kaau sesuatu hasil yang dikehendaki dapat tercapai dengan usaha yang teringan. Teringan dalam hubungannya dengan pemakaian waktu benda atau ruang yang digunakan untuk melakukan usaha
Walter W skeat dalam The laing Gie mengemukakan bahwa perkataan itu sendiri berasal dari bahasa latin efficere (menghasilkan, mengadakan dan menjadikan ) dan dalam istilah indonesia “effesiensi”, efisien kemudian dalam perkembangannya sampai sekarang ini para ahli memberikan bermacam-macamrumusan. ibrahim lubis efisiendi adalah perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran . perbandingan yang dimaksudkan disini adalah daya guna yang berarti cep[a, tepaat, hemat, dan selamat.

 E.     PROSES MANAJEMEN
Proses manajemen adalah suatu kegiatan yang terus menerus tetapi sistematis tidak sembarangan atau asal saja melainka secara teratur dalam keraturan yang terus menerus itu manajemen tidak tanpa tujuan melainkan ada tujuan yang adakn dicapai tetapi meskopun tujuan telah tercapai tidak berarti kegaitan berhenti karena dalam dinamika manajemen suatu tujuan yang telah dicapaidisusul atau dilanjutkan dengna tujuan berikutnya manajemen sebagai suatu proses, banyak tugas atau fungsi yang fundamarntal fungsi fundamental ini oleh beberpa ahli brlainan pendapat tetapi pada hakikatnya yang jadi klasifikasi pokok yaitu perencanaan, pengorganisasian , penggerakan dan pengawasan.
Berhubungan dengan pencapaian tujuan melalui kerja sama orang lain titik beratnya ada usaha pemanfaatan orang-orang yang berarti ia yang melakukan perfomencenya akan tetapi melalui sumber-sumber yang tersedi untuk itu sebagai sarana dan prasaran usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tersebut yang dimaksud sumber-sumber yang tersedia ialah segenap potensi yang dapai dimanfaatkan dalam rangka penyelesaian pekerjaan – pekrjaan usaha kerja sama yang bersangkutan


BAB III
PENUTUP
Demikian makalah tentang unsur-unsur manajemen yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kesimpulan
Jadi sesuai dengan pengertian manajemen yaitu suatu kegiatan usaha kearah pencapaian tujuan tertentu dengan melalui kerja sama orang lain serta denga pemanfaatan sumber-sumber lain yang tersedia


DAFTAR PUSTAKA
Rivai, Veithzal, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2003
Schein, Edgar H., Organizational Psychology, Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall, 1980
Siagian, Sondang P., Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, e-5



 
 

Makalah Macam macam sujud


MACAM MACAM SUJUD
 A.           Sujud Sahwi
Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena meninggalkan pekerjaan atau bacaan tertentu dalam sholat. Hal-hal yang menyebabkan sujud sahwi adalah karena lupa dan meninggalkan sunnah ab'adh (bila dilakukan secara sengaja maka sholatnya batal) atau ragu-ragu bilangan rakaat shalat. Jika seseorang ragu-ragu terhadap rakat sholat maka yang ditetapkan ialah rakaat yang jumlahnya lebih sedikit.Dari Ibni Mas‘ud ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Bila kamu lupa dalam shalat, maka sujudlah dua kali (sujud sahwi)” (HR. Muslim)”Bila seseorang merasa ragu dalam shalatnya, dan tidak tahu sudah berapa rakaat, tiga atau empat, maka hendaklah membuang ragunya itu dan lakukan apa yang diyakini. Kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim)Cara sujud sahwiCara sujud shawi sama dengan sujud pada umumnya. Jumlahnya dua kali diselingi duduk diantara dua sujud. Waktu mengerjakan sujud SahwiAda perbedaan ulama dalam masalah ini:
Mazhab Hanafi mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sesudah salam pertama. Baik karena kelebihan atau karena kekurangan dalam shalat.Caranya menurut mazhab ini adalah bertasyahhud lalu mengucapkan salam sekali saja, lalu sujud lagi (sujud sahwi) kemudian bertasyahud lagi salu bersalam. Bila saat salam pertama dilakukan dua kali salam, maka tidak boleh lagi sujud sahwi.
Sedangkan Mazhab Maliki dan menurut sebuah riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa harus dibedakan sujud sahwi berdasarkan bentuk lupanya. Bila lupanya adalah kekurangan dalam gerakan shalat, maka sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Dan sebaliknya bila kelebihan gerakan, maka sujudnya sesudah salam atau setelah selesai shalat. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Malik bin Buhainah “bahwa Rasulullah SAW langsung berdiri pada rakaat kedua dalam shalat zhuhur dan tidak duduk tasyahhud awal. Ketika telah selesai salatnya, maka beliau sujud dua kali”. (HR. Bukhari dan Muslim) Sedangkan bila lupa yang menyebabkan kelebihan gerakan shalat, maka sujudnya sesudah salam. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas‘ud ra. Bahwa Rasulullah SAW shalat bersama kami lima rakaat. Lalu kami bertanya, ”Apakah ada perubahan (tambahan) dalam shalat?” Beliau bertanya, ”Memangnya kenapa?”. ”Anda shalat lima rakaat wahai Rasulullah”, jawab kami. “Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian, jadi aku mengingat seperti kalian mengingat dan lupa seperti kalian lupa.”. Lalu beliau sujud dua kali.” (HR. Muslim)
Mazhab Syafi‘i dan juga riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam. Sedangkan Mazhab Hambali mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam.Sujud Sahwi dalam sholat jamaah
Dalam shalat jamaah, posisi imam adalah untuk diikuti. Namun hak makmum adalah mengingatkan bila imam lalai atau lupa.Makmum laki-laki memberi peringatan dengan mengucapkan lafaz “Subhanallah”, sedangkan makmum wanita dengan menepuk punggung tangan.Untuk itu imam wajib mendengar peringat makmum bila melakukan kesalahan, dan diakhir salat hendaknya melakukan sujud sahwi dan wajib diikuti oleh makmum. Meskipun yang lupa hanya imam saja, tapi makmum harus ikut imam dan melakukan sujud sahwi juga. Bacaan Sujud SahwiLafaz yang diucapkan ketika sujud sahwi adalah “subhaana man laa yanaamu wa la yashuu” (Maha Suci Allah yang tidak pernah tidur dan lupa).

B
. Sujud Tilawah

Sujud TilawahTilawah secara bahasa artinya bacaan. Sujud tilawah menurut perngertian syara' adalah sujud yang dilakukan ketika seseorang membaca atau mendengar ayat-ayat sajdah dibacakan orang lain. Sujud tilawah dapat dilakukan pada waktu shalat, juga di luar shalat. Hukumnya ialah sunnah.Dari Abi Hurairah ra, Nabi SAW bersabda : "Apabila seseorang membaca ayat sajdah, lalu ia sujud, maka syaitan menghindar dan menangis serta berkata : Hai, celaka, anak Adam (manusia) diperintahkan sujud kemudia dia sujud, maka baginya syurga, dan saya pernah diperintahkan sujud juga, tetapi sayang enggan, maka bagi saya neraka." (HR. Muslim).Dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membaca Al-Qur'an di depan kami, ketika beliau membaca ayat sajdah beliau takbir lalu sujud, kami pun sujud pula bersama-sama beliau." (HR. At-Turmudzi).Bacaan sujud tilawah :"Aku sujud kepada Tuhan yang telah menjadikan dan membentuk aku dan telah membukakan pendengaran dan penglihatan dengan kekuasaan dan kekuatanNya. Maha Berkah Allah, Dialah sebaik-baik pencipta."Menurut Ibnu Sakan, bacaan sujud ini dibaca tiga kali. Ada satu riwayat yang menyatakan bahwa jika sujud tilawah dilakukan pada waktu shalat, maka sebaiknya yanng dibaca adalah "subhaana robbiyal a'laa wa bihamdih".Syarat-syarat Sujud Tilawaha. Suci dari hadats dan najis.b. Menghadap kiblat.c. Menutup aurat.d. Ketika membaca atau mendengar ayat sajdah.Rukun Sujud Tilawah (di luar shalat) :a. Niatb. Takbiratul Ihram.c. Sujud satu kali.d. Memberi salam sesudah duduke. TertibAyat-ayat Sajdah :a. Surat Al-A'raf : 206b. Surat Ar-Ra'du : 15c. Surat An-Nahl : 50d. Surat Al-Isra : 109e. Surat Maryam : 58f. Surat Al-Hajj : 18g. Surat Al-Furqan : 60h. Surat An-Naml : 26i. Surat As-Sajdah : 15j. Surat Shod : 24k. Surat An-Najm : 62k. Surat Al-Insyiqaq : 21l. Surat Al-Alaq : 19Sujud SyukurSyukur artinya berterima kasih kepada Allah.

C.     Sujud Syukur

Sujud Syukur ialah sujud yang dilakukan ketika sesorang memperoleh keni'matan Allah atau terhindar dari bahaya. Hukumnya adalah sunnah.Sujud syukur dilakukan di luar sholat, dan mengenai syarat dan rukunnya sama seperti sujud tilawah.Dari Abu Bakrah, sesungguhnya Nabi SAW apabila mendapat sesutau yang menyenangkan atau diberi khaba gembira segera tunduk sujud sebagai tanda syukur kepada Allh SWT. (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Turmudzi yang menganggap hadits hasan).Dalam hadits lain disebutkan bahwa sesungguhnya Ali ra. ketika menulis surat kepada Nabi SAW untuk memberitahukan masuk Islamnya suku Hamazan beliau sujud dan setelah mengangkat kepalanya beliau bersabda : "Selamat sejahteera atas suku Hamazan."
Jumhur ulama berpendapat tentang sunnahnya sujud ini. Hal ini diungkapkan oleh Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunnah 1/179 dan Syaikh Al Albani menyetujuinya. Di antara hadits-hadits yang digunakan adalah :
a. Hadits dari Abi Bakrah :
Artinya : “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam apabila datang kepadanya berita yang menggembirakannya, beliau tersungkur sujud kepada Allah. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 7/20477, Abu Dawud 2774, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dalam Al Iqamah, Abdul Qadir Irfan menyatakan bahwa sanadnya shahih. Dihasankan pula oleh Syaikh Al Albani)
b. Hadits :
Artinya : “Bahwasanya Ali radhiallahu ‘anhu menulis (mengirim surat) kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan tentang masuk Islamnya Hamdan. Ketika membacanya, beliau tersungkur sujud kemudian mengangkat kepalanya seraya berkata : “Keselamatan atas Hamdan, keselamatan atas Hamdan.” (HR. Baihaqi dalam Sunan-nya 2/369 dan Bukhari dalam Al Maghazi 4349. Lihat Al Irwa’ 2/226)
c. Hadits Anas bin Malik :
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika diberi kabar gembira, beliau sujud syukur. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1392. Pada sanad hadits ini terdapat Ibnu Lahi’ah, dia jelek hapalannya, namun Syaikh Al Albani berkata : “Sanad ini tidak ada masalah karena ada syawahidnya.”
d. Hadits Abdurrahman bin Auf :
Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, Jibril Alaihis Salam datang kepadaku dan memberi kabar gembira seraya berkata : “Sesungguhnya Rabbmu berkata kepadamu, ‘barangsiapa membaca shalawat kepadamu, Aku akan memberi shalawat kepadanya. Dan barangsiapa memberi salam kepadamu, Aku akan memberi salam kepadanya.’ “ Maka aku sujud kepada-Nya karena rasa syukur. (HR. Ahmad 1/191, Hakim 1/550, dan Baihaqi 2/371)
Hadits-hadits di atas dikomentari oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Salim Al Hilali sebagai berikut : “Kesimpulannya, tidak diragukan lagi bagi seorang yang berakal untuk menetapkan disyariatkannya sujud syukur setelah dibawakan hadits-hadits ini. Lebih-lebih lagi hal ini telah diamalkan oleh Salafus Shalih radhiallahu ‘anhum.
Di antara atsar-atsar para shahabat adalah :
1. Sujud Ali radhiallahu ‘anhu ketika mendapatkan Dzutsadniyah pada kelompok khawarij. Atsar ini ada pada riwayat Ahmad, Baihaqi, dan Ibnu Abi Syaibah dari beberapa jalan yang mengangkat atsar ini menjadi hasan.
2. Sujud Ka’ab bin Malik karena syukur kepada Allah ketika diberi kabar gembira bahwa Allah menerima taubatnya. Dikeluarkan oleh Bukhari 3/177-182, Muslim 8/106-112, Baihaqi 2/370, 460, dan 9/33-36, dan Ahmad 3/456, 459, 460, 6/378-390.
Menanggapi atsar-atsar ini Syaikh Salim berkata : “Oleh karena itu, seorang yang bijaksana tidak meragukan lagi untuk menyatakan disyariatkannya sujud syukur.
Barangsiapa menyangka bahwa sujud syukur merupakan perkara bid’ah, maka janganlah menengok kepadanya setelah peringatan ini.” (Lihat Bahjatun Nadhirin, jilid 2 halaman 325)
Bagaimana syarat-syarat dilaksanakannya sujud syukur?
Imam Shan’ani menyatakan setelah membawakan hadits-hadits masalah sujud syukur di atas : “Tidak ada pada hadits-hadits tentang hal ini yang menunjukkan adanya syarat wudlu dan sucinya pakaian dan tempat.”
Imam Yahya dan Abu Thayib juga berpendapat demikian. Adapun Abul ‘Abbas, Al Muayyid Billah, An Nakha’i, dan sebagian pengikut Syafi’i berpendapat bahwa syarat sujud syukur adalah seperti disyaratkannya shalat.
Imam Yahya mengatakan pula : “Tidak ada sujud syukur dalam shalat walaupun satu pendapat pun.” Abu Thayib tidak mensyaratkan menghadap kiblat ketika sujud ini. (Lihat Nailul Authar, juz 3 halaman 106). Imam Syaukani merajihkan bahwa dalam sujud syukur tidak disyaratkan wudlu, suci pakaian dan tempat, juga tidak disyaratkan adanya takbir dan menghadap kiblat. Wallahu A’lam.

Pengertian Bid'ah

BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah. Jika Ilmu Fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya sangat eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah, dan Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya pun sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, kemudian Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya, maka Ilmu Kalam mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya. Karena itu ia sering diterjemahkan sebagai Teologia, sekalipun sebenarnya tidak seluruhnya sama dengan pengertian Teologia dalam agama Kristen, misalnya. (Dalam pengertian Teologia dalam agama kristen, Ilmu Fiqh akan termasuk Teologia). Karena itu sebagian kalangan ahli yang menghendaki pengertian yang lebih persis akan menerjemahkan Ilmu Kalam sebagai Teologia dialektis atau Teologia Rasional, dan mereka melihatnya sebagai suatu disiplin yang sangat khas Islam.
Sebagai unsur dalam studi klasik pemikiran keislaman. Ilmu Kalam menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim. Ini terbukti dari jenis-jenis penyebutan lain ilmu itu, yaitu sebutan sebagai Ilmu Aqd'id (Ilmu Akidah-akidah, yakni, Simpul-simpul [Kepercayaan]), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemaha-Esaan [Tuhan]), dan Ilmu Ushul al-Din (Ushuluddin, yakni, Ilmu Pokok-pokok Agama). Di negeri kita, terutama seperti yang terdapat dalam sistem pengajaran madrasah dan pesantren, kajian tentang Ilmu Kalam merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin ditinggalkan. Dalam pembahasan ini menyinggung tentang Bid’ah dan Khurafat yang mana mudah mudahan dapat di pahami.
BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN BID’AH
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.
Badiiu’ as-samaawaati wal ardli
“Artinya : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah.
Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli
“Artinya : Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul”. [Al-Ahqaf : 9].
Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.
Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah”, maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.
Dan perbuatan bid’ah itu ada dua bagian :
[1] Perbuatan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.
[2] Perbuatan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan : “Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak”.

MACAM-MACAM BID’AH
Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
[1] Bid’ah qauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
[2] Bid’ah fil ibadah : Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :
[a]. Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti mengerjakan shalat yang tidak disyari’atkan, shiyam yang tidak disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.
[b]. Bid’ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.
[c]. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjama’ah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
[d]. Bid’ah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang disari’atkan, tapi tidak dikhususkan oleh syari’at yang ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di syari’atkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.

 HUKUM BID’AH DALAM AD-DIEN
Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak”.
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
“Artinya : Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak”.
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak.
Artinya bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.
Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid’ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu, berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid’ah seperti bid’ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo’a disisinya. Ada juga bid’ah yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana halnya bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah dalam perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah yang merupakan maksiat seperti bid’ahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh).
Catatan :
Orang yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Artinya : Sesungguhnya setiap bentuk bid’ah adalah sesat”.
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid’ah itu adalah sesat ; dan orang ini (yang membagi bid’ah) mengatakan tidak setiap bid’ah itu sesat, tapi ada bid’ah yang baik !
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya “Syarh Arba’in” mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah adalah sesat”, merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : “Artinya : Barangsiapa mengadakan hal baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak”. Jadi setiap orang yang mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.
Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, juga mereka berkata : “Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”.
Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari’at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, maksudnya adalah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah menurut syariat. Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat sebagai rujukannya jika dikatakan “itu bid’ah” maksudnya adalah bid’ah menurut arti bahasa bukan menurut syari’at, karena bid’ah menurut syariat itu tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya.
Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien.
Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur’an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang ; semoga Allah Ta’ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.

 B.                 Khurafat
Secara kebahasaan al khurafat “ cerita bohong”, “ dongeng” dan “ takhayul” atau suatu hal yang tidak masuk akal. Secara terminologis, semua kepercayaan, keyakinan atau kegiatan yang tidak memiliki dasar atau tidak bersumber dari ajaran agama tetapi diyakini sebagai berasal dari agama disebut khurafat.
Pada mulanya kata “khurafat” lebih dimaksudkan untuk semua hal atau kepercayaan yang bertentangan dengan akidah islamiyah yang benar. Akan tetapi selanjutnya juga dimaksudkan untuk semua praktek atau kegiatan muamalah yang bertentangan dengan tuntutan syari’at. Dengan demikian, khurafat dapat meliputi bidang lain yang menjadi lapangan berlakuknya tuntutan syari’ah.
Khurafat yang oleh pelakunya diyakini sebagai sesuatu yang dibenarkan agama, mungkin bisa memberikan ketenangan atau kemantapan jiwa bagi yang melakukannya. Akan tetapi karena perbuatan itu pada dasarnya menyimpang dari tuntutan agama yang benar, ketenangan dan kemantapan jiwa tadi menjadi semu, tidak langsung  langgeng, begitu pula karena perbuatan tersebut bertentangan dengan akal sehat, berlawanan dengan fitrah kejadian manusia.
Apabila agama Islam memusatkan segala bentuk pengabdian hanya kepada Allah SWT, khurafat menyelewengkannya dari pemusatan yang demikian. Contoh khurafat yang disebutkan agama antara lain ada dalam hadits riwayat Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi SAW,  pernah meminta kepada seorang laki-laki untuk meninggalkan giwang (rantai) yang ada ditangannya karena laki laki tersebut setelah di Tanya Nabi SAW, menjelaskan bahwa giwang itu dipakainya untuk mendapatkan kekuatan (fisik). Serupa dengan itu, hadits riwayat Ahmat At Tarmizi menegaskan bahwa Nabi SAW menggolongkan perbuatan memakai atau  meletakkan suatu sebagai perbuatan syirik.
Khurafat dapat merusak dalam kehidupan manusia, baik yang ada hubungannya dengan benda, perbuatan maupun keyakinan. Misalnya khurafat telah masuk ke dalam ibadah shalat,haji, puasa dan benda disekeliling manusia yang dianggap memiliki kekuatan magis.


BAB III
KESIMPULAN

Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
[1] Bid’ah qauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
[2] Bid’ah fil ibadah : Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian
Secara kebahasaan al khurafat “ cerita bohong”, “ dongeng” dan “ takhayul” atau suatu hal yang tidak masuk akal. Secara terminologis, semua kepercayaan, keyakinan atau kegiatan yang tidak memiliki dasar atau tidak bersumber dari ajaran agama tetapi diyakini sebagai berasal dari agama disebut khurafat.
Pada mulanya kata “khurafat” lebih dimaksudkan untuk semua hal atau kepercayaan yang bertentangan dengan akidah islamiyah yang benar. Akan tetapi selanjutnya juga dimaksudkan untuk semua praktek atau kegiatan muamalah yang bertentangan dengan tuntutan syari’at. Dengan demikian, khurafat dapat meliputi bidang lain yang menjadi lapangan berlakuknya tuntutan syari’ah.
Khurafat yang oleh pelakunya diyakini sebagai sesuatu yang dibenarkan agama, mungkin bisa memberikan ketenangan atau kemantapan jiwa bagi yang melakukannya. Akan tetapi karena perbuatan itu pada dasarnya menyimpang dari tuntutan agama yang benar, ketenangan dan kemantapan jiwa tadi menjadi semu, tidak langsung  langgeng, begitu pula karena perbuatan tersebut bertentangan dengan akal sehat, berlawanan dengan fitrah kejadian manusia.

Makalah filsafat Perenialisme


BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat dan filosof berasal dari kata Yunani “philosophia” dan “philosophos”. Menurut bentuk kata, seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup itu menentukan arah dan tujuan proses pendidikan.
Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang erat, karena pada hakekatnya pendidikan adalah proses pewarisan dari nilai-nilai filsafat. Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran filosofis tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan persoalan masing-masing filosofis akan menggunakan teknik atau pendekatan yang berbeda, sehingga melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh latar belakang pribadi filosofis tersebut, pengaruh zaman, kondisi atau alam pikiran para filosofis. Dari perbedaan itu kemudian lahirlah aliran-aliran atau sistem filsafat. Beberapa aliran atau mazhab dalam filsafat antara lain seperti materialism, idealism, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat sehingga aliran dalam filsafat pendidikan sekurang-kurangnya sebanyak filsafat itu sendiri. Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu Filsafat pendidikan “progresif” yang diidukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau dan filsafat pendidikan “ Konservatif”, yang didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya. Perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukaan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannyapada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memendang pendidikansebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebuyaan ideal.

 
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Perenialisme
Perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.[1]
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukaan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannyapada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memendang pendidikansebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebuyaan ideal.
·         Pandangan menenai kenyataan
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama adalah janinan bahwa reality is universal that is every where and at every moment the same (2:299) realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada dimana saja dan sama di setiap waktu.
·         Pandangan mengenai nilai
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritua, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya.Sedangkan perbuatannya merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.
·         Pandangan mengenai pengetahuan
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialinme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaiannya antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang dimagsud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.
·         Pandangan tentang pendidikan
Teori atau konsep pendidikan perenialaisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan Filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.
·         Pandangan mengenai belajar
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori dasar penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir (mental dicipline) Dlah salah satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan.
 
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebuoayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme memandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern) in terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa lampau. Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan. Setelah perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.[2]
AristotelesFilsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13. Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
PlatoAsas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles. Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme. Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65). Jadi aliran perenialisme dipakai untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T Thomas Aquinas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari lingkungan agama Katholik atau diluarnya.

D. Pandangan Perenialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.[3]
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau. Dengan mengetahui rulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1.      Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
2.      Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya­karya tokoi1 terse but untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli terse­but dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat pereni­alisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. ladi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain. Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tug as pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis. Dari ungkapan yang diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, diharapkan tiap individu itl! terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.
Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individuIl, esensi, aksiden dan substansi. Perennialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini. Benda individual disini adalah bend a sebagaimana nampak diha­dapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indera seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial, misalnya orang suka bermain sepatu roda, atau suka berpakaian bagus, sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya partikular dan uni versal, ma­terial dan spiritual.
Jadi segala yang ada di alam semesta ini seperti halnya manusia, batu bangunan dasar, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya mem­pakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada, tidak hanya merupakan kambinasi antara zat atau bend a tapi merupakan unsur patensiaJitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang diutarakan aleh Aristateles tetapi ia juga merupakan sesuatu yang datang bersama-sama dari sesuatu "apa" yang terkandung dalam inti (essence) dan potensialitas dengan tindakan untuk "berada" yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang diungkapkan oleh ST. Thomas Aquinas.
Uraian di atas sejalan dengan apa yang dikatakan I.R Poedjawijatna bahwa esensi dari pada kenyataan itu adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari patensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah patensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Misalnya meskipun manusia dalam hidupnya jarang dikuasai oleh sifat eksistensi kemanusiaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauan­nya, Schula ini dapat dikurangi. Hal-hal yang bersifat partikular yang merintangi kehidupan dapat diatasi. Maka dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini manusia dapat makin mendekatkan diri kepada gerak yang tanpa gerak itu, ialah tujuan dan bentuk terakhir dari segalanya.
Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa penge­tahuan itu inerupakan hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang konsekuen.
Menurut perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisa empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak asasi.

3. Pandangan Aksiologi Perennialisme
Perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Dengan azas seperti itu, tidak hanya ontologi dan epistemologi yang didasarkan atas prinsip teologi dan supernatural, melainkan juga aksiologi. Khususnya dalam tingkah laku manusia, maka manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping itu adapula kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik.
Masalah nilai itu merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia berdasarkan pada azas-azas supernatural yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah pada jiwanya. Oleh karena itulah hakekat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran itu bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itu ialah yang bersesuaian dengan sifat rasional seorang manusia, karena manusia itu secara alamiah condong kepada kebaikan.
Jadi manusia sebagai subyek dalam bertingkah laku, telah memiliki potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping adapula kecenderungan-kecenderunngan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kodrat wujud manusia yang pertama-tama adaJah lercermm dari jlwa dan pikirannya yang disebut dengan kekuataJl potensial yang membimbing tindakan manusia menuju pada Tuhan at au menjauhi Tuhan, dengan kata lain melakukan kebaikan atau kejahatan, Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.
Dalam bidang pendidikan perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya, seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran, Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.
Menurut Robert Hutchkins bahwa manusia adalah animal rasionale, maka tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi supaya anak didik dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup itu sendiri. Oleh karenanya tujuan pendidikan di sekolah perlu sejalan dengan pandangan dasar di atas, mempertinggi kemampuan anak untuk memiliki akal sehat. Dapatlah disimpulkan bahwa tujuan dari pada pendidikan yang hendak dicapai oleh para ahli tersebut di atas adalah untuk mewujudkan agar anak didik dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri. Jadi dengan akalnya dikembangkan maka dapat mempertinggi kemam­puan akal pikirannya. Dari prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut maka perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi.[4]

 
BAB III
KESIMPULAN

Perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukaan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannyapada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memendang pendidikansebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebuyaan ideal.
Dalam bidang pendidikan perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya, seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran, Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.

 
DAFTAR PUSTAKA

Dewey. J (1964). Democracy in Education. Newyork: The Mc Millan Company.
Henderson, Stella van Petten, 1959. Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Press.
Mudyahardjo, R., (2001). Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Power, E. J. (1982). Philosophy of Education. NewJersey: Prentice Hall Inc.
Sadulloh, U. (2004). Pengantar Pilsafat Pendidikan. Bandung: Alpabeta.



[1] Dewey. JDemocracy in Education. Newyork: The Mc Millan Company. (1964).hlm. 25

[2] Henderson, Stella van Petten,. Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Press. (1959). Hlm. 14

[3] Mudyahardjo, R., Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. (2001)., hlm. 15

[4] Sadulloh, U. Pengantar Pilsafat Pendidikan. Bandung: Alpabeta. (2004)., hlm. 26