Makalah Ibnu Tufail


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibnu Tufail dikatakan orang berada dosuatu tingkat yang ajaib dalam ilmunya, yakni berada dalam tingkat mistik yang penuh kegembiraan. Beberapa orang menganggapnya sebagai orang panteis orang yang menganggap tidak ada beda lagi antara dirinya dengan tuhan. Anggapan ini ternyata salah. Ia sebenarnya hanya seperti juga Al gazali , merasa telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi seperti katanya: ”Fakana makana mimma lastu adkuruhu. Fadhonnu khoiran wala tasal anil khobari.” (terjadilah sesuatu yang tidak akan disebutkan akan tetapi sangkalah dia sebagai suatu kebaikan juga, dan jagan tanya tentang beritanya)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah hidup Ibnu Tufail?
2. apa saja karya-karya Ibnu Tufail?
3. Bagaimana pemikiran atau ajaran filsafat Ibnu Tufail?

C. Tujuan 
  1. Untuk mengetahui sejarah perjalan hidup Ibnu Tufail
  2. Untuk mengetahui apa saja karya-karya Ibnu Tufail
  3. Untuk mengetahui pemikiran dan filsafat yang dianut oleh Ibnu Tufail


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Ibnu Tufail
Nama lengkap Ibnu Tufail ialah Abu bakar Muhammad ibn Abd Al malik ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tufail, dalam tulisan, abudecer. Ia adalah pemuka pertama dalam pemikiran filosofis mawahhid yang berasal dari spanyol.ibnu tafail lahir pada abad VI H/XIII M di kota guadix,propensi Granada.keturunan Ibnu Tufail termasuk keluarga suku arab yang terkemuka,yaitu suku qois.
Karier Ibnu Tufail bermula sebagai dokter praktik di Granada.karena ketenaran atas jabatan tersebut, maka ia di angkat menjadi sekretaris gubenurdi propensi itu.pada tahun 1154 M ( 549.). Ibnu Tufail menjadi sekretaris pribadi gubernur ceuta dan tangier, pengusaha muwahhid spanyol pertama yang merebut maroko. Dan dia menjabat dokter tinggi dan menjadi qhadi di pengadilan pada kholifah Mawahhid Abu Ya’qub Yusuf (558 H/1163 M-580 H./ 1184 M )
Ibnu Tufail adalah seorang dokter, filosof, ahli matematika dan penyair yang sangat terkenal dari mawahhid spanyol, akan tetapi sedikit karya-karyanya yang di kenal orang. Ibnu Khotib menganggap dua risalah mengenai ilmu pengubatan itu sebagai karyanya.Al Bitruji (muridnya) dan ibnu rusyd percaya bahwa dia memiliki gagasan-gagasan astonomis asli.al bitruji membuat sangkalan atas teori ptolemeos mengenai epicycles dan eccentric cirles, yang dalam kata pengantar dari karyanya kitab Al Hai’ah dikemukakannya sebagai sumbangan dari gurunya Ibnu Tufail.dengan mengutip perkataan Ibnu Rusyd, Ibn Abi usaibiah menganggap fi al buqa’Al maskunah wal-ghair Al maskunah sebagai karya Ibnu Tufail, tapi dalam catatan ibnu rusyd sendiri acuan semacam itu tidak dapat ditemukan.Al marrakushi, yang ahli sejarah itu mengaku telah melihat naskah asli dari salah satu risalahnya mengenai ilmu ketuhanan. Miquel Casiri ( 1112 H/1710 M -1205 H/1790 M ) menyebutkan dua karya yang masih ada:risalah hay ibn yaqzan dan asrar Al hikmah Al mashariqiyah, yang disebut terakhir ini ber bentuk naskah.kata pengantar dari asrar menyebutkan bahwa risalah itu hamya merupakan satu bagian dari risalah Hay Ibn Yaqzan, yang judul lengkapnya ialah Risalah Hay Ibn Yaqzan fi Asrar Al hikamat Al mashariqiyah.

B. Karya-Karya Ibnu Tufail
Beberapa karya Ibnu Tufail yang terkenal adalah sebuah buku filsafat yang berjudul Hayy ibnu Yagzan (“kehidupan anak kesadaran”) karya ini memang sama dengan buah karya ibnu Sina yang diakunya sendiri berisikan kebijaksanaan timur (Orental Wisdom). Kebijaksanaan timur pulalah yang menjadi pokok pikiran Ibnu Tufail dalam buku ini. Seperti diakui Ibnu Tufail, pokok pikiran ini bisa diidentifikasi sebagai tasawwuf yang kala itu ditolak oleh kebanyakan filosof muslim termasuk Ibnu Bajjah. Diskursus rasional, menurut para filosof anti tasawuf bertolak belakang dengan pengalaman mistis yang oleh para ahli diyakini bersifat ektra rasional dan tak terperikan.
Isi dari risalah Ibnu Tufail ini adalah secara dramatis, dimulai dengan kelahiran mendadak Hay disebuah pulau kosong. Kemudian dia dibuang di tempat terpencil oleh saudara perempuan seorang raja. Dengan maksud perkawinannya dengan Yaqzan tetap terahasiakan, dimana tempat pembuangan tersebut tidak diketahui oleh kehidupan masyarakat. Di tempat itu dia diberi makan oleh seekor rusa kecil. Disamping itu dia diajari oleh pikiran alamiah atau akal sehat, walaupun tidak masuk akal, agar dia menyelidiki rahasia segala benda rupanya binatang tersebut mempunyai kesadaran akan ketelanjangannya dan ketiadaan perlindungan atas dirinya. Anak tersebut diatas oleh Ibnu Tufail dinamakan “Hay Ibn Yaqzan” Penghidupan hay kemudian berkembang mengikuti masyarakat yang amat primitif itu mulai dari langkahnya yang pertama. Dilihatnya semua hewan tertutup auratnya dengan kulit dan bulu, lalu ditirunya. Diambilnya bulu-bulu burung dan daun-daun kayu guna menutup aurat.
Pada seuatu hari terlihat oleh Hay terjadi kebakaran dipulau itu, api itu diambilnya lalu dinyalakannya kayu-kayu terus menerus dengan kayu itu di cobanya membakar burung, lalu terasalah baginya makanannya yang lebih lezat setelah dimasak itu. Dia mulai berburu hewan guna dimasak dan dimakan, guna teman berburu itu lalu dipeliharanya seekor anjing, Makanan yang berlebih disimpan untuk hari berikutnya. 
Dengan ini timbullah peradabannya yang pertama, pada suatu hari kijang yang mengasuhnya sejak kecil sakit dan makin hari semakin lemah dan akhirnya tidak bergerak lagi yaitu mati. Disamping susah, Hay menjadi heran, sebab belum pernah melihat seekor hewan matidengan sendirinya tanpa pembunuhan, akhirnya Hay mulai memikirkan sungguh-sungguh mengapa ada peristiwa kematian itu, kemudian badan kijang itu dioperasinya, diperiksanya kalau-kalau ada anggota badannya yang rusak. Ternyata semua masih lengkap dan akhirnya Hay mengerti bahwa sebab kematian itu berada diluar badannya. Dia bertanya, siapakah yang berkuasa diluar badannya itu? Dengan ini sampailah pemikiran Hay kepada pengakuan ketuhanan. Dia percaya kepada Tuhan, dan dia tidak lagi mementingkan benar soal makan sebab akhirnya akan mati.

C. Ajaran Filsafat Ibnu Tufail

Tentang Dunia
Salah satu masalah filsafat adalah apakah dunia itu kekal, atau diciptakan oleh tuhan dari ketiadaan atas kehendak-nya?dalam filsafat muslim, Ibnu Tufail, sejalan dengan kemahiran dialektisnya, menghadapi masalah itu dengan tepat sebagaimana kant.tidak seperti pendahulunya, tidak menganut salah satu doktrin saingannyapun dia tidak berusaha mendamaikan mereka.di lain pihak, dia mengecam dengan pedas para pengikut aristoteles dan sikap-sikap teologis. Kekekalan dunia melibatkan konsep eksistensi tak terbatas yang tak kurang mustahilnya dibandingkan gagasan tentang rentangan tak terbatas.
Eksistensi seperti itu tidak lepas dari kejadian-kejadian yang diciptakan dank arena itu tidak dapat mendahului mereka dalam hal waktu, dan yang tidak dapat sebelum kejadian-kejadian yang tercipta itu pasti tercipta secara lambat laun. begitu pula konsep Creatio Ex Nihilo tidak dapat mempertahankan penelitiannya yang seksama.
Al-Ghazali, mengemukakan bahwa gagasan mengenai kemujudan sebelum ketidak mujudan tidak dapat dipahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum dunia ada, tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari dunia, dan karena itu kemujudan dunia di kesampingkan.lagi, segala yang tercipta pasti membutuhkan pencipta. Kalau begitu mengapa sang pencipta menciptakan dunia saat itu bukan sebelumnya? apakah hal itu dikarenakan oleh suatu yang terjadi atas-nya? tentu saja tidak, sebab tiada sesuatupun sebelum dia untuk membuat sesuatu terjadi atas-nya.apakah hal itu mesti bersumber dari suatu perubahan yang terjadi atas sifat-nya? tapi adakah yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut? Karena itu Ibnu Tufail menerima baik pandangan mengenai kekekalan maupun penciptaan sementara dunia ini. 

 Tentang Tuhan
Penciptaan dunia yang berlangsung lambat laun itu mensyaratkan adanya satu pencipta, sebab dunia tidak bisa maujud dengan sendirinya.juga sang pencipta bersifat immaterial,sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia di ciptakan oleh satu pencipta.di pihak lain, anggapan bahwa tuhan bersifat material akan membaca suatu kemunduranyang tiada akhir yang adalah musykil.oleh karena itu dunia ini pasti mempunyai penciptanya yang tidak berwujud benda.dan karena dia bersifat immaterial, maka kita tidak dapat mengenalinya lewat indra kita ataupun lewat imajinasi, sebab imajinisasi hanya menggambarkan hal-haldi tangkap oleh indra.
Kekekalan dunia berarti kekekalan geraknya juga,dan gerak sebagaimana di katakan oleh arestoteles, membutuhkan penggerak atau penyebab efesien dari gerak itu.jika penyebab efesien ini berupa sebuah benda, maka kekuatannya tentu terbatas dan karenanya tidak mampu menghasilkan suatu pengaruh yang tak terbatas.oleh sebab itu penyebab efesien dari gerak kekal harus bersifat immaterial.ia tidak boleh di hubungkan dengan materi ataupun di pisahkan darinya,ada di dalam materi itu atau tanpa materi itu,sebab penyatuan dan pemisahan, keterkandungan atau keterlepasan merupakan tanda-tanda material,sedang penyebab efesien itu,sesungguhnya lepas dari itu semua.

 Tentang Kosmologi Cahaya 
Ibnu Tufail menerima prinsip bahwa dari satu tidak ada lagi apa-apa kecuali satu itu. Manivestasi kemajemukan, kemaujudan dari yang satu dijelaskannya dalam gaya new platonik yang menoton, sebagai tahap-tahap berurutan pemancaran yang berasal dari cahaya Tuhan. Proses itu pada prinsipnya, sama dengan refleksi terus menerus cahaya mata hari kepada cermin. Cahaya matahari yang jatuh pada cermin yang dari sana menuju ke yang lain dan seterusnya, menunjukkkan kemajemukan . semua itu merupakan pantulan matahari dan bukan matahari itu sendiri, juga bukan cermin itu sendiri, bukan pula suatu yang lain dari matahari dan cerminitu.
Kemajemukan cahaya yang dipantulkan itu hilang menyatu dengan matahari kalau kita pandang sumber cahaya itu, tapi timbul lagi bila kita lihat dicermin, yang disitu cahaya tersebut dipantulkan. Hal yang sama juga berlaku pada cahaya pertama serta perwujudannya didalam kosmos.

Epistimologi Pengetahuan
Tahap pertama jiwa bukanlah suatu tabularasa atau papan tulis kosong, imaji tuhan telah tersirat di dalamnya sejak awal, tapi untuk menjadikannya tampak nayata, kita perlu memulai dengan pikiran yang jernih tanpa prasangka keterlepasan dari prasangka dan kecenderungan sosial sebagai kondisi awal semua pengetahuan, merupakan gagasan sesungguhnya dibalik kelahiran tiba-tiba Hay di pulau kosong. Setelah hal ini tercapai pengalaman, inteleksi dan exstasi memainkan dengan bebas peranan mereka secara berurutan dalam memberikan visi yang jernih tentang kebenaran yang melekat pada jiwa. Bukan hanya disiplin jiwa, tapi pendidikan indra dan akal yang diperlukan untuk mendapatkan visi semacam itu. Kesesuaian antara pengalaman dan nalar, disatu pihak, dan kesesuaan antara nalar dan intuisi, dipihak lain membentuk esensi epistimologi Ibnu Tufail. 
Setelah mendidik akal dan indra serta memperhatikan keterbatasab keduanya, Ibnu Tufail akhirnya berpaling kepada disiplin jiwa yang membawa kepada ektasi, sumber tertinggi pengetahuan. Dalam taraf ini, kebenaran tidak lagi dicapai lewat proses deduksi atau induksi, tapi dapat dilihat secara langsung dan intiutif lewat cahaya yang ada didalamnya. Jiwa menjadi sadar diri dan m,engal;ami apa yang tak pernah dilihat mata atau didengar telinga atau dirasa hati orang manapun. Tarap ekstasi tak terkatakan atau terlukiskan sebab lingkup kata-kata terbatas pada apa yang dapat dilihat, didengar atau dirasa. Esensi tuhan yang merupakan cahaya suci hanya bisa dilihat lewat cahaya didalam esensi itu sendiri yang masuk dalam esensi itu lewat pendidikan yang tepat atas indar, akal serta jiwa. Karena itu pengetahuan esensi merupakan esensi itu sendiri.esensi dan visinya adalah sama.
 

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1.      Ibnu Tufail adalah pemuka pertama dalam pemikiran filosofis mawahhid yang berasal dari Spanyol. Ibnu Tufail lahir pada abad VI H/XIII M di kota Guadix, propensi Granada.
2.      Karya Ibnu Tufail yang terkenal adalah sebuah buku filsafat yang berjudul Hayy Ibnu Yagzan (“kehidupan anak kesadaran”)
3.      Ajaran Filsafat Ibnu Tufail Tentang Dunia, tentang Tuhan, tentang kosmolgi cahaya, epistimologi pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Musthofa. Filsafat Islam, Bandung: SV Pustaka Setia, 2004
Hanafi. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, 1969



0 komentar:

Posting Komentar